Di antara pelajaran yang kita boleh di ambil dari pertanian adalah bahwa kehidupan dunia adalah seperti halnya ladang pertanian. Semua orang yang sedang menjalani kehidupan di dunia ini pada hakikatnya sedang menanam,iaitu menanam amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan sesungguhnya waktu penilaian amalnya itu akan dilakukan pada hari kiamat iaitu pada hari perhitungan amal. Maka tak salah sebagian orang mengatakan bahwa kehidupan dunia adalah ladang amal.
Allah menyebutkan dalam Al-Quran tentang orang-orang yang sedang menanam amal kebaikan itu ada yang boleh mengingatnya dan ada yang tidak boleh mengingatnya. Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskankannya dengan memisalkan dengan pertanian sebagaimana akan disebutkan berikut ini.
Yang pertama adalah orang yang boleh meingat amalnya itu di akhirat, siapakah mereka?, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Quran:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir: seratus biji, Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia)-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261).
Ayat ini berbicara tentang amal seorang muslim akan dilipat gandakan dari sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat bahkan boleh lebih dari itu. Menjadi seorang muslim adalah suatu keberuntungan kerana amalnya akan dilipat gandakan. Dan amal-amal kebaikan yang dilakukan seorang muslim akan dilipat gandakan sesuai dengan jenis amal maupun tingkat keikhlasannya.
Berkata Ibnu Katsir rohimahullohdalam tafsirnya, “Ini merupakan perumpamaan yang diberikan Allah subhanahu wa ta’ala mengenai pelipat gandaan pahala bagi orang-orang yang menafkahkan harta kekayaannya di jalan-Nya dengan tujuan untuk mencari keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala. dan bahwasanya kebaikan itu dilipat gandakan mulai dari sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Di mana Dia berfirman, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah.” Sa’id bin Jubair mengatakan, ‘Iaitu dalam rangka menaati Allah subhanahu wa ta’ala.
Perumpamaan ini lebih menyentuh jiwa daripada penyebutan bilangan 700 kali lipat, kerana perumpamaan tersebut mengandung makna bahwa pahala amal shalih itu dikembangkan Allah subhanahu wa ta’ala bagi para pelakunya, sebagaimana tumbuh-tumbuhan, tumbuh subur bagi orang yang menanamnya di tanah yang subur.
Dan firman-Nya disini, ‘Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa yang dikehendaki’ maksudnya sesuai dengan keikhlasan orang itu beramal. ‘Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi maha Mengetahui’ maksudnya, karunia Allah subhanahu wa ta’ala itu sangat luas dan sangat banyak bahkan lebih banyak dari mahluk-Nya dan Dia Maha Mengetahui terhadap siapa-siapa yang tidak berhak dan siapa-siapa yang berhak mendapatkannya. Maha Suci Allah, Maha Suci Dia dan segala puji bagi-Nya.
Perhatikanlah, misalnya dalam pertanian, seorang akan menanam padi, dia misalkan menabur sebutir benih padi, kemudian benih itu berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman padi yang muda. Dalam pertumbuhannya tanaman padi itu beranak pinak kerana suburnya sehingga menjadi tujuh batang tanaman padi. Pada pertumbuhan selanjutnya tanaman padi itu berbunga dan mengeluarkan tujuh bulir (tangkai) dan dalam satu bulir tersebut terdapat seratus bunga, kemudian bunga-bunga padi itu dibuahi dan menjadi biji padi yang baik. Begitulah petani itu mendapat 700 biji padi dari sebutir benih padi. Demikian juga seorang muslim bila melakukan amal shalih maka dia akan meingat bolehsampai 700 ganjaran di akhirat kelak. Ini adalah hal yang sangat menguntungkan maka hendaknya sebagai seorang muslim kita bersemangat menanam amal ketaatan dan amal ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala kerana hasil yang akan kita tuai akan melimpah ruah dam berlipat ganda.
Sementara orang-orang yang tidak boleh meingat amalnya, Mereka adalah orang kafir (non-muslim), mereka tidak bolehmeingat amal-amal kebaikan mereka di akhirat kelak. Kerana amal-amal mereka rusak sebagaimana tanaman-tanaman yang rusak. Mengapa amal kebaikan mereka rusak, jelas kerana mereka kafir terhadap Allah subhanahu wa ta’ala, mereka tidak mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga mereka beramal tidak sesuai dengan petunjuk Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam. Segala jerih payah mereka tidak berharga, sia-sia seperti halnya tanaman yang telah rusak maka tidak bolehdituai hasilnya, padahal mereka sangat membutuhkan hasil tuainya pada hari itu. Iaitu pada hari perhitungan amal, mereka adalah orang-orang yang merugi.
Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan tentang amal-amal orang kafir dengan firman-Nya:
“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri sendiri.” (QS. Ali Imran : 117)
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, “Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memberikan perumpamaan bagi apa yang dibelanjakan oleh orang kafir di kehidupan dunia ini. Demikian dikatakan oleh Mujahid, Hasan Al Bashri dan As Suddi, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Perumpamaan bagi apa yang dibelanjakan orang kafir di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti angin yang mengandung hawa yang sangat dingin.’ Yakni angin yang disertai hawa yang sangat dingin sekali. Demikian juga dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Qatadah, Adh Dhahhak, Rabi’ bin Anas dan yang lainnya.
Kemudian Ibnu Katsir rohimahullohmelanjutkan, ‘Yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya.’ Maksudnya, angin tersebut dapat memusnahkan jika menimpa tanaman yang sudah sa’atnya dituai. Angin itu memporak-porandakan dan memusnahkan buah-buahhan dan tanaman yang ada di dalamnya, padahal si pemiliknya justru sangat membutuhkan hasil tuainnya.
Demikian juga dengan orang kafir, Allah subhanahu wa ta’ala akan menghapus pahala dan buah semua amalnya selama di dunia, sebagaimana musnahnya tanaman itu akibat dosa-dosa para pemiliknya. Dan orang-orang kafir membangun amal mereka itu tanpa ada pondasi, tidak pula ada asasnya. ‘Dan Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.’
Dari dua ayat diatas terdapat penjelasan bahwasanya beruntunglah seorang yang memeluk agama islam kerana dia akan bolehmeingat amalnya di akhirat dan merugilah orang-orang selain umat islam kerana amal mereka tidak bolehdituai. Padahal pada saat itu-hari kiamat- sangat diperlukan hasil tuai iaitu amal-amal shalih, yang merupakan modal untuk mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala sehingga bolehselamat dari siksa neraka dan masuk kedalam surga. Ya Allah! Jadikanlah kami orang-orang yang bolehmeingat amal-amal kami, dan matikanlah kami dalam keadaan sebagai seorang muslim.